Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

DomaiNesia

Cerita Kampus: Suara Gaduh Gudang Belakang

Sudah satu musim kepala gudang kerajaan menghilang. Raja telah memerintahkan sepleton pasukan untuk mencari si kepala gudang, mulai dari istana, pasar, hutan, sampai rumah keluarganya di kerajaan seberang, karena memang si kepala gudang bukan pribumi kerajaan ini. Awalnya ia hanya pedagang biasa yang berjualan kain sutera di pasar. Setiap harinya ia berjualan kain kepada bangsawan di kerajaan, ia juga sering memberikan gaun cantik untuk permaisuri setiap hari, gratis. Kian lama hati sang permaisuri kian luluh, ia pun mengangkat si pedagang untuk bekerja di dalam istana. Singkat cerita, setelah bertahun-tahun mengabdi si pedagang kain sutera itu diangkat oleh raja menjadi kepala gudang.

Raja semakin marah, meski sudah berbulan-bulan pasukannya mencari, si kepala gudang hingga kini belum ditemukan. Lantas raja memerintahkan seluruh kekuatannya seperti pasukan kerajaan, peramal, dan binatang pemburu hanya untuk mencari keberadaan si kepala gudang. Kemarahan raja bukan tanpa alasan, gudang tempat penyimpanan makanan sebagai cadangan makanan di musim dingin telah kosong tak bersisa. Kerajaan ini bisa mati kelaparan jika dalam waktu tiga bulan lubung padi kerajaan tidak segera diisi, hanya si kepala gudang yang tahu dimana sumber makanan itu didapatkan.

Sang raja mulai gusar, tiga bulan lagi musim dingin melanda kerajaannya. Tanah kerajaannya sudah lama diserang hama hebat yang membuat tanahnya tidak subur, dan lagi-lagi hanya si kepala gudang yang tahu cara menangguli hama tersebut. Ia pun menyesali perbuatannya terlalu mempercayai si kepala gudang, ia mempercayainya memegang posisi penting kerajaan. Meskipun hanya kepala gudang, namun ia mengendalikan banyak hal seperti makanan, keuangan, dan suplai pasukan.

Ia memutar otak agar mendapatkan cadangan makanan yang berlimbah. Ia memerintahkan seluruh rakyat untuk menggarap tanahnya meskipun tandus, bagi yang melanggar dikenai hukuman cambuk oleh para penjaga.

Rakyat tak bisa mengeluh, mereka terpaksa menanam di tanah kering dan tandus, tanah yang hampir sekarat. Sangat mustahil menanam padi tanpa air hujan di tanah kering seperti ini, Rakyat putus asa. Mereka mulai memberontak pada para penjaga, namun apa daya mereka lemah dan kalah jumlah. Semakin memberontak semakin banyak mereka dicambuk. Pemberontakan itu membuat penjaga tak lagi ramah, penjaga mencambuk sesuka hati tanpa memandang kesalahan, hanya sekedar duduk pun cambuk pasti mereka dapatkan. Rakyat kian menderita, kian hari luka cambuk yang mereka dapatkan kian banyak, mereka mulai sakit.

Seorang ibu sambil menggendong bayi, memohon kepada penjaga agar memberikan obat untuk suaminya yang mulai sakit. Namun apa daya semua tabib beserta obat-obatnya telah dikumpulkan oleh raja di dalam istana sebagai persiapan di musim dingin nanti. Bayi itu terus menangis, suaranya serupa dengan sang ibu yang terus memohon sambil berlutut kepada penjaga, air matanya mulai menetes, penjaga hanya menatapnya, iba.

Sang ibu tak sadar bila penjaga didepannya adalah adiknya sendiri yang sudah lama menghilang tanpa kabar di perantauan. Namun, si penjaga tahu betul sosok ibu yang sedang berlutut menangis di kakinya itu, ia sadar kakaknya sedang menagis. Namun nyalinya masih kecil untuk memeluk kakaknya. Ia sangat ingin menyetuh dan membantunya, terlebih ia menyaksikan tangis keponakanya secara langsung. Namun apa daya, rasa malunya mengalahkan rindu kepada saudara kandung satu-satunya itu.

Ia berjanji tidak akan pulang sebelum ia mendapatkan emas untuk keluarganya, mengingat keluarganya bukan orang berada. Bayi kecil itu terus menangis, si penjaga meninggalkan ibu-anak itu. Dalam hatinya ia menangis, ia ingin sekali bertemu dengan keluarga satu-satunya itu yang sudah ada di depan mata, sedikit berlari ia masuk ke barak penjaga meninggalkan ibu itu, teriakan sang bayi semakin keras.

Raja kebingungan, makanan tak bertambah, malah wabah penyakit yang muncul dan menyerang kerajaan. Keadaan itu diperparah oleh marahnya para pekerja gudang yang sudah kelaparan dan tidak digaji. Raja baru tahu jika selama ini para pekerja di gudang gajinya selalu di potong oleh kepala gudang dan parahnya mereka belum digaji oleh si kepala gudang selama berbulan-bulan. Seorang prajurit melaporkan, si kepala gudang yang mempekerjakan mereka disana, ia memasukan secara diam-diam dan memotong gaji dari setiap pekerja sebagai balasan telah mempekerjakan mereka.

Di barak penjaga, si penjaga bertengkar dengan sang komandan. Ia memaksa komandan agar memberikan emas sebagai gajinya selama bertahun-tahun mengabdi. Namun, sang komandan tidak bisa mengabulkan permintaan si penjaga, tanpa alasan yang jelas. Si penjaga tak paham bila emas kerajaan sudah habis di ambil oleh si penjaga gudang dan sisanya untuk membeli obat-obatan kerajaan. Sang komandan meminta si penjaga untuk bersabar hingga musim dingin usai, namun si penjaga tetap bersikeras memaksa. Di luar terdengar jeritan tangis cambuk oleh para penjaga lain, jeritannya semakin keras dan nyaring, teriakan yang meminta nyawa. Si penjaga bergegas keluar membawa pisau, sang komandan membentaknya agar kembali, si penjaga tetap berjalan. Sang komandan teriak sekeras mungkin sambil melempar celurit dibelakang celanannya kearah penjaga. Celurit itu menyobek tangan si penjaga, namun si penjaga dengan berjalan tegap tetap berjalan keluar meninggalkan sang komandan, diluar si penjaga memanggil kawan-kawannya untuk berkumpul.

Tujuh hari kemudian, salah satu prajurit kerajaan melaporkan kepada sang raja, dengan nafas tergesa-gesa ia menghadap rajanya. Si prajurit telah berlari dari pemukiman rakyat seharian penuh, ia melaporkan pagi tadi terjadi pemberontakan dari rakyat dibantu oleh para penjaga untuk menyerang istana, mereka menuntut raja memberikan mereka makanan dan emas. Mereka terus berjalan menuju istana dan mengajak setiap orang yang mereka lewati untuk bergabung dengan mereka, ikut melawan raja.

Sehari sebelumnya sang raja mendengar pemberontakan dari para pekerja di gudang, mereka meminta emas dan makanan, raja pun mengirim pasukan untuk meredam pemberontakan para pekerja, beberapa pekerja berhasil ditangkap namun sebagian besar sisanya berhasil kabur keluar istana. Raja yang murka langsung memerintahkan pekerja yang ditangkap untuk dipenggal kepalanya, sebelum meninggal mereka sempat meneriakan doa bagi raja dan kerajaan ini.

Sang Raja terus menatap wajah prajurit yang kelelahan di depannya. Ia menyuruh salah satu pelayan agar membawakan air untuk si prajurit bertubuh kecil itu. Sang raja memberikan air kepada si prajurit, sang prajurit menerima dengan gembira, sang raja sempat melihat jari manis si prajurit yang terpotong.

Lalu sang raja mengajak si prajurit duduk disebelahnya, si prajurit mulai ketakutan. Sang raja menatapnya dalam-dalam, si prajurit semakin ketakutan. Sang raja mendekatkan wajahnya ke wajah prajurit, si prajurit menyucuran keringat semakin ketakutan. Ia terus memandangnya dalam-dalam mata si prajurit, si prajurit ketakutan hebat.  Agak lama mereka saling bertatapan. Sang raja masih menatap, beberapa lama kemudian sang prajurit berteriak memohon kepada sang raja agar jangan membunuhnya karena ia punya tanggungan keluarga yang menantinya di rumah. Seketika wajah murung sang raja berubah, sang raja tertawa girang, lalu ia bertanya apa yang bisa dilakukan keluarganya. Si prajurit berkata walau bagaimana pun keluarganya akan menolong nyawaya, meskipun melawan raja. Raja diam sejenak, lalu raja kembali tertawa, iya berkata pada sang prajurit keras-keras “Kaulah raja sebenarnya!”

Suara teriakan pemberontakan mulai terdengar di gerbang istana, semakin lama semakin gaduh, pasukan kerajaan mencoba menahan mereka sebisanya meski kalah jumlah. Sang raja keluar melalui pintu belakang ia menuju kerajaan saudaranya untuk meminta bantuan pasukan dan makanan, terdengar suara panah dan pedang saling beradu merengut nyawa.

Esoknya sang raja sampai di singgana raja, saudara kandungnya. Sang saudara menyambut sang raja dengan baik dan bersedia membantu sang raja sepenuhnya, walaupun ia belum bercerita apa-apa. Sang raja berkira sang saudara sudah paham masalah yang menimpanya.

Lalu tak beberapa lama seorang menghadap pada sang saudara, sang raja duduk di sebelah singgasana sang saudara. Sang raja memandang wajah orang tersebut, ia ingat mata bulat, alis tipis, dan suaranya yang manis, ia adalah kepala gudangnya dulu.

Sang raja bertanya pada saudaranya “Siapa dia wahai saudaraku?”

“Dia adalah kepala gudang-ku yang baru, dulunya dia adalah pedagang kain sutera, tapi aku senang dengan sikap baiknya itu, bahkan sebelum aku perintah, dia sangat bisa dipercaya” kata sang saudara tersenyum.

Sang raja marah dan merasa dibodohi, namun ia mencoba untuk menahannya agar tidak membuat masalah di kerajaan saudaranya, ia melihat mantan penjaga gudangnya menutup pintu, dengan senyum sinis pada sang raja.

“Oh ya, apakah makanan yang ku berikan masih kurang?” kata si saudara. “Apa Maksudmu?” tanya sang raja.

“Sejak bulan lalu, kepala gudang ku sudah mengirim setengah makanan dan seluruh emas bagi kerajaanmu yang sedang dilanda hama, dan aku menyimpan setengahnya di kerajaan seberang karena menurut prediksinya kerajaan ini juga akan dilanda bencana hama,” kata sang saudara.

“Jadi kau tidak punya persediaan emas ataupun makanan apapun di gudang?” tanya sang raja. “Tidak, tapi tenang saja, tadi kepala gudang sudah kusuruh untuk mengamankan tempat persediaan makanan di kerajaan seberang dengan membawa setengah pasukan di kerajaan ini, sesuai sarannya tentu, dia memang cerdas,” jawab sang saudara.

Sang raja melihat ke arah langit, ia melihat kehancuran kerajaan saudaranya yang akan hancur seperti kerajaannya. Ia merasa bersalah, ia menyesal tak menceritakan ini kesiapapun, termasuk saudaranya, tak tahu kemana ia harus meminta maaf. Ia tidak akan pernah melupakan hari kehancuran paling parah dalam hidupnya sekaligus rakyatnya, karena keputusannya yang salah dan terlalu percaya pada seorang asing.

Suara ledakan terdengar dari setiap penjuru kerajaan, terdengar pasukan asing memasuki gerbang kerajaan, pasukan kerajaan kalah jumlah, rakyat saling serang. Para pekerja semakin terjepit oleh pasukan asing, mereka membakar diri…..

Posting Komentar untuk "Cerita Kampus: Suara Gaduh Gudang Belakang"