Media Sosial dalam Kegiatan Religi
Media Sosial dalam
Kegiatan Religi
I.
Sosial
Media
Menurut
Andreas Kaplan dan Michael Haenlein sosial media adalah aplikasi-aplikasi
berbasis internet yang memungkinkan untuk pembuatan dan pertukaran konten yang
dibuat pengguna atau user-generatied content.
[1]Pendapat
lain mengatakan bahwa sosial media adalah interaksi sosial diantara sejumlah
orang dimana mereka membuat,berbagi atau bertukar informasi dan pikiran di
sebuah komunitas virtual dan jaringan virtual.
Berbagai
bentuk media sosial seperti majalah, forum internet, blog sosial,
microblogging, wikipedia, podcast, foto, gambar, atau video. Kaplan dan
Heinlein membuat klasifikasi media sosial berdasarkan teori dalam bidang media reserch (sicial presence, media
richness) dan proses sosial (self presentation, self disclosure). Mereka
membaginya menjadi 7 macam sosial media:
1.
Colaborative
Projects (Wikipedia)
2.
Blog
and Microblog (Twitter)
3.
Social
News Networking (Digg dan Leakernet)
4.
Content
Community (YouTube)
5.
Social
Networking (Facebook)
6.
Virtual
Game-world (World of Warcraft)
7.
Vitrual
Social Works (Second life)
Bagaimapun
pada akhirnya perkembangan teknologi mengakibatkan batas antara ketujuh
klasifikasi tersebut menjadi samar. Contohnya, sekarang twitter bisa menjadi
media untuk mencari berita. Banyak perusahaan beriita membuat akun twitter dan
membagikan berita secara gratis, jadi, sang pengguna twitter tidak perlu
membuka media sosial khusus berita lagi.
Media sosial
berbeda dengan media tradisonal seperti koran, televisi, atau film karena media
sosial lebih murah dan mudah diakses. Media sosial memungkinkan setiap orang
untuk menerbitkan atau mengakses sebuah informasi. Salah satu karakteristik
yang dimiliki kedua jenis media (tradisional dan sosial) adalah cakupan mereka
atas audience (khalayak).
Beberapa
karakteristik yang membedakan mereka adalah:[2]
1.
Kualitas
Pada media tradisional setiap informasi di review
dan di cek ulang oleh seorang editor, sehingga kualitas informasi di media
tradisional terkontrol. Sedangkan pada media sosial, dimana setiap orang bebas
menerbitkan sebuah konten, tidak ada yang namanya editor, sehingga kualitas
informasinya beragam, dari yang sangat berkualitas, sampai yang tidak
berkualitas sama sekali, bahkan ada yang menyalahgunakan konten yang ada
dimedia sosial.[3]
2.
Jangkauan
Kedua media dapat menjangkau khalayak secara global.
Bagaimanapun, media tradisional sifatnya itu sentralisasi atau terpusat, dimana
sumber informasi terkontrol. Sedangkan media sosial itu mempunyai prinsip
desentralisasi, tidak terpaku pada hanya satu sumber saja, tetapi banyak,
bahkan terlalu banyak.
3.
Frekuensi
Maksud frekuensi disini adalah, jumlah iklan yang
ditampilkan di media sosial berbeda dengan media tradisional.
4.
Aksesibilitas
Produksi media tradisional itu biasanya diatur dan
dimiliki oleh pemerintah atau swasta, sehingga untuk mengaksesnya masyarakat
harus mengeluarkan biaya. Namun, media sosial secara umum dapat diakses oleh
masyarakat dengan sedikit biaya atau bahkan gratis sama sekali.
5.
Produksi
Dalam memproduksi informasi, dimedia tradisional
membutuhkan kemampuan khusus (jurnalistik), sedangkan dimedia sosial, sama
sekali tidak dibutuhkan kemampuan tertentu untuk membuat sebuah informasi.
6.
Keberlangsungan
Jangka waktu dimedia tradisional bisa memakan waktu
yang lama untuk mendapatkan informasi baru, dibandingkan media sosial, respon
atau feedback bisa diterima secara instan.
7.
Permanen
Media tradisional sekali dibuat, tidak bisa dirubah
kontennya, sedangkan media sosial dapat dengan mudah diganti dengan melakukan editting atau memberikan komentar.
Jadi media sosial adalah suatu wadah virtual atau
komunitas berbasis internet yang memungkinkan masyarakat untuk melakukan
komunikasi –bertukar informasi, diskusi, dsb—tanpa adanya batasan-batasan
seperti di komunikasi didunia nyata, seperti batas ruang dan waktu.
II.
Sosial
Media Untuk Aktivitas Religi
Cakupan Indonesia
Di Indonesia banyak yang menggunakan sosial media
untuk kegiatan religius. Seperti sebuah majalah religi Dakwah[4]yang
memiliki bentuk eMagazine. Selain digunakan untuk berdakwah, media sosial juga
dijadikan tempat diskusi bagi siapa saja yang ingin berpendapat.Fitur grup dan
fanpage di facebook dan media sosial lainnya memungkinkan individu-individu
yang mempunya kepercayaan dan ketertarikan yang sama berkumpul pada sebuh forum
untuk mendalami kepercayaannya atau untuk sekedar berdiskusi. Misalnya Facebook
Komunitas remaja Kristen Indonesia.[5]
Grup facbook tersebut dikhususnya untuk remaja yang ingin mendalami ajaran
Kristen. Banyak nasihat yang dipublish dalam
grup facebook tersebut, sehingga setiap anggotanya mendapatkan sajian rohani
yang mungkin dapat meningkatkan iman.
Jadi
di Indonesia media sosial digunakan masyarakat untuk saling berbagi informasi,
pengalaman dan pengetahuan tentang kepercayaannya masing-masing dengan berbagai
macam tujuan dari sekedar sharing pengetahuan
sampai menyebarluaskan ajaran agamanya.
Cakupan
Global
Sebenarnya
dalam cakupan global penggunaan sosial media dalam kegiatan religi tidak jauh
berbeda dengan di Indonesia. Mereka juga
menggunakan media sosial untuk berbagai macam tujuan, yang intinya membuat
masyarakat yang mempunyai kepercayaan yang sama saling terhubung.
Di negara-negara lain sudah banyak individu dan
kelompok yang membuat akun-akun twitter untuk membagi informasi seperti hadis,
firman dan sebagainya. Misalnya Facebook
Page Untuk Jesus.[6]page
ini membagikan cerita rohani, motivasi dan sebagainya. Selain itu di Facebook
juga terdapat halaman facebook untuk Bible[7]
yang dikelola oleh United Bible Societies
in Reading dari Inggris dan mempunyai delapan juta fans. Akun tersebut juga
mempunya konten yang hampir sama dengan Facebook
Page Untuk Jesus.
III.
Analisis
Kuantitatif
a.
Cakupan
Indonesia
Di Indonesia media sosial yang
sering di akses atau digunakan untuk aktivitas religius adalah facebook,
twitter, blog, youtube.Contohnya di akun facebook ada beberapa akun seperti
Sahabat Islam Seluruh Indonesia (23.267) , Idola Sahabat Yesus Indonesia
(2.881), Buddha Indonesia (1.390), Rumah Dharma (7.795). sebenarnya penggunaan
media sosial untuk aktivitas agama sangatlah banyak dan luas. Setiap orang bebas
dan sangatlah mudah untuk memulai sebuah aktivitas religius di media sosial.
Sample tersebut hanya sebagai referensi sekilas tentang sebanyak apa masyarakat
indonesia yang menggunakan media sosial untuk aktivitas religius.
Intensitas konten yang di posting
di media sosial itu beragam, ada yang diskusinya aktif dan ada yang tidak
terlalu interaktif misalnya: pada akun Sahabat Islam Indonesia cukup aktif
namun ada saatnya dimana akun tersebut tidak online dan bahkan ditinggalkan
oleh pemilik akun tersebut.
b.
Cakupan
Global
Sedangkan dalam cakupan global
sendiri aktivitasnya terlihat lebih aktif dan bersifat kontinyu. Seperti akun
facebook IloveAllah.com (8.942.291) yang setiap hari atau bahkan hampir setiap
jam membuat postingan baru kepada followernya. Contoh lainnya adalahakun Jesus
Daily yang memiliki pengikut sekitar 26juta pengguna facebook.
Dalam hal intensitas konten
hampir sama dengan akun IloveAllah.com yang setiap harinya melakukan postingan
terbarunya. Namun akun Jesus Daily para pengikutnya lebih banyak sehingga terlihat
lebih aktif dibandingkan akun IloveAllah.com
C. Kesimpulan Penggunaan Sosial
Media di Indonesia dan Dunia Global
Media sosial dalam kegiatan
religi dalam cakupan Indonesia maupun Global sama-sama dipergunakan sebagai
wadah masyarakat melakukan kegiatan religi, seperti penyampaian ajaran agama,
diskusi agama, maupun penyebarluasan agama.
Pada dasarnya, intensitas
penggunaan media sosial dalam aktivitas religi baik di Indonesia maupun dalam
cakupan global tidak terlepas dari aktivitas anggotanya. Inilah yang
menyebabkan media berskala global seakan lebih intens dalam berinteraksi.
IV.
Kualitatif
A. Dampak media sosial dalam
religi
Teknologi diciptakan untuk
membantu kegiatan manusia. Maka dari itu media merupakan alat yang netral,
dapat digunakan untuk menyebarkan sesuatu yang baik maupun buruk. Media sosial
merupakan produk dari teknologi yang bersumber dari berbagai pemikiran manusia
(desentralisasi) tidak seperti media tradisional yang masih tersentraisasi.
Sebagai contoh, ekspansi
teknologi saat ini mengakibatkan masyarakat dapat dengan mudah mengakses kitab
suci masing – masing agama. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya developer
aplikasi digital yang mengembangkan aplikasi bernuansa religious, seperti
iQuran di App Store Apple dan Quran Android di Play Store Android.
Namun dengan adanya teknologi
tersebut membuat kita jauh dari pemaknaan sesungguhnya karena kebanyakan
konten-konten yang bertemakan religi tidak sesuai dengan apa yang ada di kitab
suci. Contohnya, belakangan ini ada berita yang menggemparkan umat muslim
dunia. Pasalnya, terdapat sebuah aplikasi al-quran digital yang sebagian
ayatnya tidak sesuai dengan al-quran yang asli . Hal ini terbukti dalam sebuah
portal berita online merdeka.com yang membandingkan sebuah ayat Alquran
tepatnya Surat Ali Imran:7. Terlihat, ada perbedaan antara Alquran asli dengan
versi aplikasi tersebut.
Namun, anehnya, di Google Play
Store dan Apple App Store, aplikasi ini ternyata masih ada meskipun dianggap
menyesatkan. Baik Google dan Apple tidak mempermasalahkan hal ini. Dari review
para pengguna sendiri juga tidak terdapat kejanggalan. Di Play Store aplikasi
ini mendapatkan rating 4,3 sementara di App Store mendapatkan rating 3,5.
Bahkan, ada juga yang membela aplikasi ini. Disebutkan, tidak ada yang salah
dalam aplikasi tersebut. "Wahai saudaraku, TIDAK ADA KESALAHAN PENULISAN
baik dalam tulisan Arab seperti yang disebutkan komentator lainnya," tulis
salah seorang bernama Dr.saifeddin di App Store. Hal ini akan berdampak penting
karena pada Al-Quran sendiri berbeda atau salah penulisan saja dapat merubah
makna dari ayat-ayat suci.
Selain itu semakin menjamurnya
penggunaan media sosial yang tidak tepat seperti menyebarkan virus kebencian
yang dapat mengancam keutuhan NKRI dengan cara mengadu domba hal-hal yang
berbau SARA. Contohnya : banyaknya forum
– forum yang muncul dan mereka mengatasnamakan kehebatan ideologi mereka
tentang apa yang mereka yakini dan mereka juga tidak memiliki rasa toleransi
terhadap perbedaan. Mengakibatkan banyaknya forum yang berujung pada debat yang
tiada hentinya (debat kusir). Seperti forum tentang syiah dan sunni yang dewasa
ini mulai berkonflik lagi. Media memang berperan besar dalam memupuk konflik.
Hal ini semakin ditunjang dengan kenyataan masih terjadi pencekalan dan kasus
kekerasan terhadap Ahmadiyah, Syiah, lalu pelarangan dan penolakan atas
pembangunan gereja, contohnya pembangunan gereja katolik Santa Bernadeth di
Bintaro, Sudimara. Padahal Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sudah resmi
dikeluarkan oleh pemerintah selama proses penantian selama nyaris 15 tahun.
Secara umum, media sosial memberi
ruang berpendapat secara bebas. Semua orang dapat menyuarakan pendapat,
karenanya informasi yang beredar di media sosial tidak dapat dikontrol, tidak
seperti media tradisional yang memiliki editor sehingga kualitasnya terkontrol.
Karenanya, banyak informasi yang beredar di media sosial memiliki kualitas yang
sulit diklarifikasi, dan tentu saja banyak yang menyalahgunakannya, karenanya,
banyak forum-forum terbentuk tentang pengejekan suatu agama. Hal inilah yang
menjadikan media sosial media yang baik namun juga bahaya untuk perkembangan
aktivitas religius.
B. Manfaat media sosial dibidang
aktivitas religius
Perkembangan teknologi yang
semakin canggih memberikan kemudahan dan manfaat di berbagai bidang, tak
terkecuali di bidang aktivitas agama:
1. Teknologi mendukung kegiatan dakwah dan syiar agama secara
efisien dan mampu tersebar secara luas, yaitu melalui media informasi seperti
televisi, radio, internet, e-book, video, dll. Contonya, dakwah melalui
jejaring sosial baik grup facebook maupun twitter. Selain itu dengan adanya
instant messager yang mempermudah kegiatan dakwah antar individu dengan
broadcast massager.
2. Teknologi mendukung fasilitas ibadah, sehingga mampu
memberikan rasa nyaman. Contohnya, aplikasi yang ada pada gadget yang kita
gunakan sekarang seperti pengingat waktu sholat dan dakwah yang disiarkan melalui
televisi, radio, maupun media-media online.
Jadi, manfaat secara umum dari
penggunaan media sosial dalam perkembangan aktivitas religius adalah dengan
tersedianya kesempatan yang lebih mudah untuk menyampaikan pikiran, tidak lagi
terbatas oleh ruang dan waktu seperti yang ada di media tradisional. Dengan
semakin mudahnya komunikasi, berarti komunikasi untuk aktivitas religius juga
semakin mudah.
V.
Kesimpulan
Media sosial adalah suatu wadah virtual atau
komunitas berbasis internet yang memungkinkan masyarakat untuk melakukan
komunikasi –bertukar informasi, diskusi, dsb—tanpa adanya batasan-batasan
seperti di komunikasi didunia nyata, seperti batas ruang dan waktu.
Dalam kegiatan religius, umumnya media sosial
digunakan sebagai wadah dan sarana untuk penyampaian ajaran agama. Di dalamnya
terdapat fitur-fitur yang dapat digunakan untuk kegiatan pertukaran informasi
dan memungkinkan setiap anggota yang tergabung di dalam grup berinteraksi satu
sama lain.
Secara kuantitatif, banyak sekali masyarakat dari
Indonesia maupun dunia secara umum yang menggunakan media sosial sebagai sarana
pendukung komunikasi untuk aktivitas religius. Namun, jika kita bandingkan,
intensitas interaksi maupun aktivitas didalam media tersebut, di Indonesia,
kurang aktif. Banyak akun yang seakan ditinggal oleh pengelolanya. Sedangkan di
dunia secara umum, pengelola akun yang menjalankan aktivitas agama di media
sosial cenderung aktif, dan anggotanya pun responsif. Hal ini mungkin terjadi
karena teknologi lebih terintegrasi disana dibanding di Indonesia. Disini masih
banyak yang belum mendapat akses untuk teknologi, dan tidak semua pengguna
teknologi menggunakan media sosial untuk melaukan aktivitas religius.
Terlepas dari itu, media sosial membawa banyak
manfaat bagi aktivitas religius, seperti memudahkan komunikasi, sehingga para
pengguna media sosial yang mempunyai kepercayaan yang sama, lebih mudah
terhubung satu sama lain, meningkatkan intensita aktivitas religius. Namun
perlu kita sadari, bahwa kesempatan yang diberikan oleh media sosial ini,
seperti pedang bermata dua, dimana pasti ada hal negatf seiring dengan manfaat
yang diberikan. Contohnya, kemudahan bersuara yang diberikan teknologi ini
membuat semua orang dapat menyampaikan pikirannya. Hal inilah yang terkadang
sering disalahgunakan oleh banyak orang, seperti menggunakan media ini untuk
mengejek atau merendahkan kepercayaan lain.
Singkatnya, penggunaan media
sosial dalam aktivitas religius memiliki berbagai tujuan, dari sekedar berbagi
pikiran, sampai menyebarkan kepercayaan suatu agama.
Dasar
dari tujuan penggunaan media sosial adalah untuk menyatukan masyarakat dengan
kepercayaan yang sama, sehingga terbentuklah konektivitas yang kuat
dimasyarakat tersebut.
[1] Kaplan Andreas M., Haenlein Michael. 2010.“Users of the world unite!
The challenges and opportunities of social media”. Business Horizons 53:62.
[2]Morgan, Nigel, dkk. 2011.“Social Media”. The Complete Guide to Social Media From The Social Media Guys.
[3] Agichtei, Eugine, dkk. 2008. “Finding High-quality content in social
media”. WISDOM – Proceeding of the 2008
International Conference on Web Search and Data Mining: 183—193.
[4] www.dakwah.com
[5]www.facebook.com/groups/243846545808/
[6] www.facebook.com/We.Believe.Jesus
[7] www.facebookk.com/pages/The-Bible/32836367113
Posting Komentar untuk "Media Sosial dalam Kegiatan Religi"