Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

DomaiNesia

OSPEK bukan sekedar Orientasi Pengenalan Kampus

OSPEK bukan sekedar Orientasi Pengenalan Kampus

Oleh: Alexander Agus Santosa


Keberadaan mahasiswa dalam sebuah lingkungan kampus di refleksikan oleh kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan. Kegiatan itu bisa berupa gerakan mahasiswa, diskusi ilmiah, atau bahkan pengabdian kepada masyarakat. Memang banyak kalangan yang berpendapat jika fokus utama studi mahasiswa di perguruan tinggi adalah kuliah tapi kita tak boleh melupakan tiga titik kewajiban Perguruan Tinggi yang harus dilaksanakan oleh semua civitas akademiknya yaitu Tri Dharma Perguruan Tinggi; Pendidikan, Pelayanan, dan Penelitian.

Asumsi dasar itu di cetuskan oleh Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional yang sadar bila Negeri ini masih jauh dari segi kemajuan. Lantas, tak salah jika banyak yang menyebut Mahasiswa yang hidup kesehariannya hanya kuliah-pulang, pulang-kuliah dengan menyebutnya sebagai mahasiswa boongan. Sesuatu yang sangat merugikan bila seorang mahasiswa selama studinya tidak memiliki pengalaman apa-apa di masyarakat dan sangat disayangkan jika Mahasiswa yang memiliki banyak ilmu di otaknya tetapi tidak pernah menerapkan itu di lapangan – padahal setelah mereka lulus hasil dari internalisasi itulah yang akan menjadi bekal mereka di kehidupan sebenarnya.

Sesungguhnya banyak sekali ungkapan indah yang diberikan pada mahasiswa selain kata Maha di depan, seperti Agent of Change, kaum Intelektual muda, penerus bangsa, sampai ada yang mengatakan mahasiswa adalah wakil rakyat. Ungkapan tersebut memiliki alasan tersendiri yang memimpikan sosok mahasiswa bisa bergerak secara cerdas dan bijaksana untuk berfikir bukan hanya kepentingan pribadi tapi juga demi kepentingan bangsanya.

Sejak Masa Orientasi Pengenalan Kampus (OSPEK) baik di tingkat universitas ataupun fakultas kita sudah diajak berpikir kritis. Memandang setiap peristiwa yang ada dari perfektif yang berbeda dan kita dituntun untuk menanggalkan pola pikir di masa sekolah dulu. Tak ada salahnya memang lebih dini mengajarkan hal semacam itu kepada mahasiswa baru. Sebab masalah pun tak bisa menunggu, mereka akan datang kapanpun. Sering sekali saya mendengar celotehan para mahasiswa (baru) yang berpendapat selesaikan dulu kewajiban utama yaitu belajar setelah itu baru menyetuh hal lainnya. Secara pribadi saya setuju dengan pendapat tersebut tentang “selesaikan dulu belajarnya” itu memang kewajiban yang utama tetapi argument semacam itu kerap kali di kambing hitamkan, dalam kenyataannya setiap orang pasti menginginkan hasil yang maksimal dari proses yang ia jalani jadi terkadang ada mahasiswa yang sepanjang hidupnya ‘cuma’ mengejar nilai akademis dan sepanjang hidupnya itu juga ia selalu gagal, gagal disini menurut perfektif dia bisa kurang puas, kurang mendapat ilmu, dll. Memang tidak semuanya gagal ada juga yang berhasil meraih prestasi akademik tetapi walau bagaimanapun, suatu proses membutuhkan waktu yang lama sehingga terkesan membuang-buang waktu karena hanya beraktifitas diproses yang monoton.

Andai saja dia berani mengawinkan dua hal secara bersamaan tentu tidak setragis itu, misalnya mahasiswa A mengikuti kegiatan Fotografi dan ia juga berpacu untuk mendapatkan hasil akademis yang maksimal. Jika, akademisnya tidak memuskan toh ia sudah mengikuti Fotografi - ilmu di dua hal itu pasti ia dapatkan. Mengikuti gerakan kemahasiswaan tidak ada salahnya sebab dalam proses kegiatan tersebut kita akan bertemu bemacam realitas sekaligus permasalahannya dan kita dituntut untuk memecahkan masalah tersebut, jika kita terbiasa memecahkan masalah akan menjadi suatu bekal yang berharga di masa depan kelak.

Dan akhirnya, keberadaan Mahasiswa perlu adanya eksistensi yang nyata agar bisa menjawab persoalan di masa yang akan datang. Tri Dharma Perguruan Tinggi bisa dijadikan sebagai acuan langkah untuk memperoleh hasil yang maksimal diawali dari Pendidikan yang baik, lalu Penelitian pada berbagai problematika di sekeliling kita dengan cara berorganisasi, dan memberikan suatu Pelayanan terhadap masyarakat atas hasil Internalisasi mahasiswa di dalam kampusnya. Suatu sumbangan yang mulia sebagai Mahasiswa untuk masyarakat pada khususnya dan Indonesia pada Umumnya.
Memang terlihat agak sulit mengikuti proses yang secara notabene hampir bersebrangan, Akademis di Teori dan Organisasi di Praktek. Tetapi semua itu bisa teratasi asalkan ada kerja keras dan bisa memanfaatkan waktu. Banyak tokoh-tokoh yang berhasil mengawinkan kedua hal tersebut sebut saja Ir.Soekarno, Prof.Habibie, Moh.Hatta, dan Jenderal Soedirman.

Kalau mereka bisa, kenapa kita tidak??


…Ing Ngarso Sung Tuladha…
-Ki Hajar Dewantara-

Posting Komentar untuk "OSPEK bukan sekedar Orientasi Pengenalan Kampus"