Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

DomaiNesia

MENGENAL KESENIAN LENGGER BANYUMASAN

MENGENAL KESENIAN LENGGER BANYUMASAN

1. Arnita Amnestika (F1C012001)

2. Fajar Nur Hidayat (F1C012017)

3. Alexander Agus Santosa (F1C012022)

Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto


Pemain utama Film Sang Penari (2011)


A. Latar Belakang

Kesenian Lengger merupakan salah satu bentuk kesenian yang dilaksanakan berkaitan dengan upacara syukuran keberhasilan pasca panen di daerah Banyumas. Dalam kesenian lengger, di antara penari pada saat menari ada yang dirasuki Indhang, sehingga dalam pementasannya memiliki kemampuan, keterampilan, kekuatan dan daya tarik yang tinggi dan mempesona. Indhang ini tidak mudah datang begitu saja tetapi diperoleh dengan cara menjalankan.

Laku yaitu bersemadi/konsentrasi di tempat yang dianggap keramat baik oleh kelompok kesenian maupun masyarakat setempat. Kedatangan indhang dalam kesenian Lengger sangat berarti bagi penari karena akan membawa berkah, rizki, pamor, dan dapat mengobati orang yang  sakit. Indhang lengger ini dapat juga merasuk ke penari Ebeg dengan cara ndadi atau trance sehingga penari akan berbuat sesuatu di luar kemampuan dirinya.

Pada zaman sekarang, kesenian Lengger mengalami perubahan fungsi dan perubahan dalam berbagai hal. Fungsi kesenian Lengger sekarang yakni sebagai seni pertunjukan pada berbagai acara, seperti acara pernikahan, acara khitanan, acara syukuran atas keberhasilan seseorang, dan sebagainya. Perkembangan dalam kesenian Lengger yang dulu ditarikan oleh lakilaki sekarang oleh perempuan, gerak-gerak yang dulu mengandung unsur erotis dan terkesan tidak tertata sekarang gerak-geraknya sudah diperhalus dan dibakukan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah kesenian lengger Banyumasan itu?

2. Apa yang menyebabkan terjadinya perubahan fungsi dalam kesenian lengger?

C. Tujuan Penulisan

Bertolak dari rumusan di atas dapat dijabarkan tujuan sebagai berikut

1. Mengerti dan memahami kesenian lengger Banyumasan.

2. Mengetahui penyebab terjadinya perubahan fungsi kesenian lengger.

D. Hasil dan Pembahasan

1. Hakikat Lengger Banyumasan

Budaya Banyumas merupakan subkulttur jawa yang  memiliki corak ragam  yang tumbuh  dan berkembnag sebagai bagian dari pola kehidupan wong cilik yang hidup di daerah pedalaman dengan ciri kultur agraris, sederhana, egaliter, dan sangat  dipengaruhi oleh ajaran-ajaran  kuno. Budaya Banyumas  terbentuk sebagai akibat  kondisi geografis yang  terletak di antara dua kekuatan budaya besar (marginal survival) yakni budaya Jawa dn budaya Sunda.

Local genius masyarakat banyumas telah menghasilkan  ragam kesenian  tradisional yang bernafas kerakyatan seperti lengger, bongkel, jemblung, calung, begalan, ebeg, kentongan dan lain-lain. Hal ini berbeda dengan kesenian Jawa yang banyak dipengaruhi pola adihulung yang dikembangkan oleh pusat keraton-keraton Jawa. Lengger, merupakan salah satu jenis tarian tradisional yang tumbuh subur di wilayah Banyumas. Kesenian yang disajikan oleh dua orang wanita atau lebih ini diselingi oleh hadirnya seorang penari pria yang disebut badhud/badut/bodor pada pertengahan pertunjukan malam ataupun siang hari. Lengger disajikan diatas panggung dengan diiringi musik calung. Calung merupakan perangkat musik khas Banyumas terbuat dari bambu wulung mirip gamelan Jawa.

Istilah Lengger sampai saat ini masih dalam perdebatan para pakar kesenian di Indonesia. Ada yang mengatakan Lengger adalah nama lokal Banyumas untuk tarian yang biasanya disebut ronggeng. Koentjaraningrat dalam buku kebudayaan Jawa menulis bahwa dalam budaya Bagelen para penari teledhek disebut ronggeng. Menurut Koentjaraningrat seorang penari ronggeng sudah mulai menari sejak berusia antara delapan sampai sepuluh tahun. Seorang penari anak-anak seperti itu biasanya adalah anak gadis ketua rombongan tersebut dan ia menarikan tarian teledhek serta menyanyikan nyanyian anak-anak (dolanan lare). Rakyat di daerah Bagelen menyebut penari ronggeng yang masih anak-anak itu Lengger.

Seorang Lengger belum tentu menjadi seorang ronggeng bila ia dewasa, akan tetapi sebaliknya seorang ronggeng biasanya berasal dari Lengger . Pendapat lain mengatakan bahwa lengger merupakan akronim dari leng dan ngger. Dikiranya para penari itu adalah leng (lubang) artinya wanita, ternyata jengger (terjulur) artinya pria.

Namun demikian, istilah ini tetap dipakai sampai sekarang, walaupun para penari kini adalah wanita. Dalam Bausastra (kamus) Jawa-Indonesia yang disusun oleh S. Prawiroatmojo yang diterbitkan tahun 1957, disebutkan bahwa lengger adalah penari pria. Jadi, sampai dengan tahun 1957 para penari lengger jelas pria.

Kesenian semacam lengger ini sebenarnya tersebar di mana-mana meskipun bentuknya berbeda-beda. Misalnya: Ronggeng, Gandrung Banyuwangi, Dombret Karawang, Cokek Jakarta, Gambyong Keraton, Tayub, Teledhek Wonosari, Sintren Pesisiran, dan sebagainya. Perbedaan lengger Banyumas dengan tari-tarian tersebut diatas, selain struktur koreografi, bentuk penyajiannya, juga alat musik iringan dan lagu-lagu yang dinyanyikannya. Untuk kesenian Lengger biasanya diiringi oleh gamelan atau karawitan yang disebut calung, serta lagu dan syair tembang dialek khas Banyumasan.

Pada zaman  dahulu di daerah Banyumas tarian Lengger banyak ditarikan pada masa sesudah panen sebagai ungkapan syukur masyarakat terhadap para dewa yang telah memberikan rejeki. Masa sesudah panen adalah masa untuk bersukaria bagi para petani. Pada saat itu para penari ledhek sibuk melayani pesanan untuk menari. Jadi, boleh dikatakan bahwa tarian lengger pada awalnya adalah sebuah tarian religius atau tarian keagamaan lokal. Ada kemungkinan Lengger sebagai tarian berasal dari India atau merupakan pengaruh agama Hindu yang masih tersisa sampai sekarang ini.

Tarian tersebut merupakan hasil pengaruh dari kegiatan ritus keagamaan di India Selatan, yaitu pesta seks di pusat keagamaan (kuil) sebagai sarana pemujaan terhadap dewi Durga. Kegiatan seksual sebagai ritus pemujaan seperti itu pada saat ini masih diyakini dan dijalankan orang di beberapa tempat, misalnya di Gunung Kemukus, Boyolali, Jawa Tengah untuk memuja pengeran Samudra. Pertunjukan dan Ritus Kesuburan menguraikan bahwa tayub (tarian sejenis dengan tari lengger) di masa lampau kiranya mempunyai kaitan dengan kepercayaan asli yang telah berpadu dengan ajaran Hinduisme dari sekte tertentu.

Dalam Hinduisme di India pada masa lampau ada golongan (sekte) mistikus, yaitu golongan ciwa cakra tantrayana yang di dalam cita-citanya mengejar moksa mencari jalan sesingkat-singkatnya antara lain dengan persetubuhan (maithuna). Golongan ini menyembah chakti dari ciwa yaitu Uma atau Durga.

Dalam aliran ini yang bagi manusia biasa terlarang bagi aliran ini justru menjadi upacara tersuci. Menurut paham mereka, tidak ada sesuatu pun yang kotor bagi manusia yang bersih. Lima larangan yaitu mamsa (daging), matsya (ikan), madya (alkohol), maithuna (persetubuhan), dan mudra (sikap tangan) bahkan dianggap mampu menimbulkan tenaga-tenaga gaib, bila dilakukan secara berlebihan. Dengan cara ini mereka melakukannya sebagai. Prinsip asal mula kehidupan yang lahir lewat persatuan laki-laki dan perempuan juga berlaku bagi dewa, agar mereka dapat melanggengkan kehidupan, maka timbul dari para dewa yang disebut chakti, misalnya cahkti dari Wisnu adalah Laksmi atau Sri yang merupakan dewi kebahagiaan atau dewi kesuburan.

Di dalam tradisi keagamaan, ritual dan penghormatan kepada dewi kesuburan dalam kesenian tradisional di manapun berada biasanya selalu dekat dengan pesta seks. Ketika ajaran Hindu sampai di Jawa ajaran dan tarian itu terbawa, dan mengalami inkulturasi dengan keyakinan akan dewi Sri sebagai dewi padi. Pada zaman dahulu di daerah Banyumas tarian lengger dimainkan pada masa sesudah panen sebagai ungkapan syukur masyarakat terhadap para dewa yang telah memberikan rejeki. Boleh dikatakan bahwa tarian lengger pada awalnya adalah sebuah tarian religius atau tarian keagamaan lokal. Sebagai tarian keagaamaan, lengger belum menjadi seni pertunjukan seperti sekarang ini dan oleh karenanya juga tidak memasang tarif.

2. Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Fungsi Kesenian Lengger Banyumasan

Kesenian lengger merupakan salah satu kesenian yang ada dan berkembang di Banyumas sampai saat ini. Kesenian lengger sebagai seni rakyat pada awalnya berkembang di desa-desa atau daerah pertanian dan kesenian ini dapat disebut tarian rakyat pinggiran, merupakan seni rakyat yang cukup tua, dan merupakan warisan nenek moyang atau leluhur masyarakat Banyumas Kesenian lengger pada awalnya merupakan bagian dari ritual (sakral) dalam upacara baritan (upacara syukuran keberhasilan/pasca panen).

Pada jaman sekarang kesenian lengger Banyumasan telah berubah fungsi dahulu berfungsi sebagai sarana upacara adat sekarang berubah fungsi hanya dinikmati sebagai seni pertunjukan saja atau sebagai mata pencaharian.

Pergeseran budaya telah memengaruhi perubahan fungsi pada kesenian lengger Banyumasan.

Adapun faktor-faktor yang memengaruhi pergeseran budaya, antara lain:

1. Faktor Internal

2. Faktor Eksternal

Faktor internal

Ada 2 yaitu

1. Discovery

Discovery adalah pergeseran budaya yang bersifat internal yang berupa penambahan pengetahuan baru dan penemuan-penemuan baru. Ada 2 langkah dalam discovery yaitu dengan belajar dan tanpa belajar. Adapun faktor pendorong discovery dengan langkah belajar antara lain kesempatan, penilaian dan mimpi.

2.  Invention

Invention merupakan tindak lanjut dari faktor-faktor pendorong discovery berupa   aplikasi tindakan nyata. Ada 2 langkah dalam invention yaitu basic (dasar) dan    improving (pengembangan atas basic untuk kemudian disempurnakan). Akibat dari proses improving  yang berulang-ulang, maka terjadi perubahan atas basic invention.

Faktor Eksternal

Merupakan pengaruh pergeseran budaya yang datang dari luar disebut juga sebagai difusi budaya.

Ada 4 pelaku dalam difusi budaya yaitu individu, kumpulan individu, masyarakat penjajah dan teknologi.

E. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

Hasil dari wawancara diatas penulis simpulkan bahwa budaya lengger telah mengalami pergeseran sosial. Penggunaan lengger di masa lalu yang ada saat perayaan panen tiba telah berubah menjadi kesenian syukuran acara pernikahan, khitanan, dan lain-lain.

Penarinya pun saat ini tidak hanya terpaku pada penari wanita saja, kehadiran penari pria pun sudah dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini membuktikan jika tarian lengger  telah berevolusi menjadi kesenian tradisional yang kental akan budaya luhur dan di transformasikan menggunakan sarana alternatif hiburan yang lebih modern. masyarakat sendiri masih antusias dengan hadirnya lengger yang sudah mengalami pergeseran sosial dan pengaruh (Discovery).

2. Saran

Kesenian lengger sebagai salah satu budaya Indonesia harus tetap dilestarikan. Makna dan maksud luhur kesenian lengger sendiri tidak boleh hilang ditelan zaman. Perubahan penyampaian yang berbeda pada masa dahulu dan masa kini dipandang baik sampai tidak menyimpang dan dengan alasan pelestarian budaya mengikuti perkembangan zaman.

Peranan remaja menjadi penting adanya, sebab remajalah yang akan membawa dan sebagai penerus yang akan mewarisi nilai-nilai budaya lengger untuk dipahami, dihayati, dan diwariskan kembali kepada generasi selanjutnya. Ide untuk mengakluturasikan kesenian lengger dengan kesenian modern bisa dianggap baik selama itu tidak menghilangkan nilai-nilai luhur lengger yang telah ada dan bisa membuat kesenian lengger lebih dikenal di Indonesia dan dunia internasional.

Daftar Pustaka

Fidiyani, Rini. 2008. Banyumas dan Kebudayaannya, Membaca Kearifan Dalam Tradisi. Cetakan Ke-1, Penerbit Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, Semarang.

Herawati, Nanik. 2009. Kesenian Tradisional Jawa. Cetakan Ke-1. Penerbit Saka Mitra Kompetensi, Klaten.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Antroplogi. Edisi Revisi, Penerbit Rhineka Cipta, Jakarta.

Priyanto, Wien Pudji. “Makna Indhang Dalam Kesenian Ebeg & Lengger di Banyumas”. http://eprints.uny.ac.id/432/1/Makna_Indhang_artikel.pdf, diunduh pada 20 Juni 2013.

Tohari, Ahmad. 1982. Ronggeng Dukuh Paruk, Cetakan Ke-1, Gramedia, Jakarta.

Draf Wawancara [1]

Pertanyaan:

  1. Apakah Anda mengetahui kesenian Lengger?
  2. Pernahkah Anda pernah menyaksikan kesenian lengger?
  3. Menurut Anda apakah kesenian lengger itu bermanfaat? dan apa maknanya?
  4. Sebagai orang Banyumas apakah lengger dapat mewakili identitas masyarakat Banyumas yang sesungguhnya?
  5. Melihat fenomena pergeseran fungsi lengger yang telah berubah dari upacara syukuran para petani ke hiburan pelengkap pada acara pernikahan, khitanan, dan kesenian pada suatu acara, bagaimana tanggapan anda?
  6. Menurut anda apakah kesenian lengger perlu di lestarikan?
  7. Kalau perlu mengapa?
  8. Masihkah lengger di butuhkan oleh masyarakat Banyumas?

Jawaban:

Penulis            : “Apakah Anda mengetahui kesenian Lengger?”

Narasumber    : “Agak tau sedikit”

Penulis            : “Menurut Anda apakah kesenian lengger itu bermanfaat? dan apa maknanya?”

Narasumber    : ”Bermanfaat, buat melestarikan budaya banyumas.”

Penulis            : “Sebagai orang Banyumas apakah lengger dapat mewakili identitas masyarakat Banyumas yang sesungguhnya?”

Narasumber    : “Bisa, karena lengger itu dari Banyumas”

Penulis            : “Melihat fenomena pergeseran fungsi lengger yang telah berubah            dari upacara syukuran para petani ke hiburan pelengkap pada acara pernikahan, khitanan, dan kesenian pada suatu acara, bagaimana tanggapan anda?”

Narasumber    : “Biasa saja, itu bagus mengikuti perkembangan zaman”

Penulis            : “Menurut Anda apakah kesenian lengger perlu dilestarikan?”

Narasumber    : “Perlu banget”

Penulis            : “Kalau perlu mengapa?”

Narasumber    : “Itu budaya sebagai identitas banyumas”

Penulis            : “Masihkah lengger di butuhkan oleh masyarakat Banyumas?”

Narasumber    : “Ngak tau”

________________________________________

[1] Vinisa N. Aisyah Mahasiswi angkatan 2008 jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Unsoed, beliau lahir dan besar di Purwokerto, Kabupaten Banyumas.

Posting Komentar untuk "MENGENAL KESENIAN LENGGER BANYUMASAN"